sejarah desa tanggungan


Sejarah Desa
Pada dasarnya sangat sulit untuk menuliskan sejarah asal-usul Desa Tanggungan secara tepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pelaku maupun saksi sejarah yang masih hidup dan dokumen serta bukti sejarah otentik yang dapat dijadikan sebagai bahan penelusuran sejarah lebih lanjut. Namun demikian penelusuran sejarah desa Tanggungan bukan-lah pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan,mengingat budaya bertutur / bercerita masih sangat lekat pada sebagian besar masyarakat Desa Tanggungan.
Berawal dari budaya bertutur/ bercerita inilah yang kemudian melahirkan kepercayaan sebagai besar masyarakat Desa Tanggungan akan sejarah desanya.
Melalui metode wawancara dengan Tetua-Tetua Desa, diceritakan secara turun temurun dan diyakini kebenarannya bahwa semasa penjajahan Belanda masyarakat berjuang untuk Hidup, memanglah sulit karena Hutan-hutan masih banyak yang belum dijamah oleh orang dan penduduk pun masih sedikit dalam mencari makan pun sulit. Cara bercocok tanampun masih nomaden atau tradisional. Cara hidup mereka belum menetap setelah berjalan bertahun-tahun warga berjuang untuk hidup sambil bercocok tanam barulah semakin lama menetap di suatu tempat pada waktu itu masih dalam penjajahan Belanda. Karang Pradesan belum menetap penduduknya, Batas wilayah dan jumlah pendudukpun masih berubah-ubah, penduduk yang duduk di Karang Pradesan mau pindahpun tanggung, mau ikut ke desa lain pun tidak mau, makanya lalu daripada tanggung para Sesepuh Desa tersebut mengadakan rundingan atau musyawarah untuk membahas Karang Pradesan yang ditempati, maka setelah mengadakan musyawarah timbul ide nama untuk Karang Pradesan tersebut yaitu Tanggungan yang artinya Tanggung Jawab dan Tanggung kalau ikut wilayah desa tetangga.
Makanya walaupun ada yang menggugat untuk ikut wilayah desa lain Sesepuh Desa tersebut ada yang bertanggung jawab. Setelah berjalan beberapa tahun lamanya barulah penduduk mulai menetap di Karang Pradesan tersebut, mereka menjalani kehidupan secara gotong- royong dan saling hidup rukun. Lama kelamaan para sesepuh mulai berfikir untuk pemekaran wilayah desa tersebut dan memberi nama Dusun yang akan ikut wilayah Desa Tanggungan yaitu Dusun Tanggungan, Nggadelan ( Karangturi ), Sekaran dan yang terakhir Ngori, sebabnya Ngori dulunya ikut wilayah Dusun Peting yang sekarang masuk Desa Kalirejo.



Setiap habis panen para penduduk atau Sesepuh Desa berkumpul mengadakan syukuran atau rasa terima kasih kepada Sang Pencipta atas BarokahNya dapat hasil panen yang memuaskan dan banyak. Tempatnya yang dianggap cocok atau keramat dan mudah untuk warga bisa berkumpul yaitu di Sumur atau Sendang, dan sampai sekarang peradatan tersebut masih berjalan yaitu di Sumur Nggeplak, Nggadelan, Sekaran dan Ngori. Karena pada waktu itu belum ada Masjid atau Mushola, Tempat tinggal saja masih terbuat dari Alang-alang atau Daun Kelapa untuk atapnya. Setelah jaman berkembang baru para Sesepuh membangun tempat Ibadah.
Begitulah kiranya sejarah asal- usul Desa Tanggungan secara singkat karena terbatasnya data dari para Sesepuh Desa dan kurang tahu pasti  tentang sejarahnya Desa Tanggungan ini. Dan Sejarah  ini secara garis besarnya saja.

Sejarah Pemerintahan Desa :
Sejarah Pemerintahan Desa Tanggungan diawali pada jaman penjajahan Belanda yang dahulu bersifat sentralistis, adanya perkembangan baru di kalangan masyarakat Eropa dan juga Indonesia, menuntut agar Pemerintahan disusun secara lebih modern dan demokratis.
Elit politik di kalangan bangsa Belanda waktu itu menghendaki agar politik Kolonial tidak hanya bertujuan untuk mencari kekayaan dari Indonesia saja, akan tetapi harus diarahkan pula untuk dapat meningkatkan taraf  hidup dan kecerdasan rakyat Indonesia.
Berpijak dari politik etis itulah struktur Pemerintahan Desa modern dan demokratis bermula, sehingga mendorong Pemerintah Hindia Belanda dalam tahun 1903 menetapkan pokok-pokok desentralisasi Hindia Belanda ini, selanjutnya menjadi dasar bagi terbentuknya daerah otonom di seluruh Indonesia.
Sejak di bentuknya daerah- daerah otonom tahun 1903 itu, Pemerintah Hindia Belanda menyadari dan melihat pula kenyataan bahwa di dalam pemerintahan otonom terdapat pula persekutuan-persekutuan masyarakat adat asli Indonesia yang bersifat otonom, seperti desa, marga, nagari dan sebutan-sebutan lainnya di seluruh Indonesia.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian memperkenankan persekutuan-persekutuan masyarakat adat tersebut mempunyai alat-alat pemerintahan sendiri untuk mengatur kepentingannya.
Berdasarkan kesaksian dari warga desa yang memiliki informasi valid tentang sejarah pemerintahan desa pada masa awal terbentuknya struktur pemerintahan desa modern, ditemukan fakta bahwa Pemerintahan Desa Tanggungan pada masa itu banyak dipengaruhi akulturasi budaya tradisionalisme Jawa dan kolonial Hindia Belanda, meskipun sistem ketatanegaraan modern sebenarnya telah mulai ada.

Tata Pemerintahan Indonesia yang bersifat kolonial – feudal ini dapat dilihat pada pola hubungan patron- klein yang mendasari interaksi antara penyelenggara pemerintahan sebagai patron  dan rakyat yang diperintah sebagai  klein untuk mencapai tujuan dibentuknya desa dengan tetap memperhatikan kepentingan Kolonial Belanda.
Pada masa itu alat-alat pemerintahan desa yang terdiri dari Lurah, Carik, Kamituwa, Jagabaya,  Bayan,  dan Modin  menjalankan tugas dan kewajibannya tanpa Masa Jabatan, dalan arti Lurah yang dipilih langsung oleh rakyat akan menjalankan tugasnya seumur hidup, demikian juga halnya dengan Carik , Kamituwa, Jagabaya, Bayan dan Modin yang diangkat oleh Lurah.
Pada masa pendudukan Jepang, sebagai suatu Pemerintahan Militer, Jepang masih tetap memberlakukuan berbagai peraturan perundann tentang Pemerintahan Daerah warisan Hindia Belanda, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Pemerintahan Militer Jepang waktu itu.
Pada perkembangan selanjutnya, sejak masa kemerdekaan, seiring dengan dinamika dan tuntutan zaman, struktur Pemerintahan Desa selalu mengalami penyempurnaan demi peningkatan kinerja Pemerintah Desa dalam mencapai tujuan Desa.
Penyempurnaan struktur Pemerintahan Desa tersebut terlihat dari ditinggalkannya berbagai sebutan alat Pemerintahan Desa yang mengadopsi sistem sosial yang berlaku di desa yang kemudian diganti dengan sebutan baru yang secara spesifik mencerminkan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dalam struktur tata Pemerintahan di Desa.

Adapun Petinggi/ Lurah atau Kepala Desa yang pernah memimpin Desa Tanggungan adalah:
1.      KARTOIJOYO
2.      DEGOL
3.      SARKAWI
4.      KARTO SENTONO
5.      SARIP
6.      SASTRO DIHARJO ( KALIL )                 Thn      1919-1934
7.      SOMO DIHARJO ( SOMO NGARI )      Thn      1934-1953
8.      SUNOTO                                                  Thn      1953-1979 (1980)
9.      SULIMAN                                                Thn      1981-1990
10.  SUKIRMAN                                             Thn      1990-2008
11.  SAEDAN                                                  Thn      2008 Sampai sekarang

Adapun Carik atau Sekretaris Desa yang pernah menjabat di Desa Tanggungan :
1.      JURI
2.      MUNADI
3.      SUDIRLAN


Adapun Kamituwo atau Kepala Dusun Desa Tanggungan :
1.      MADYO  TRUNO
2.      TRO LURUNG
3.      SOMO NYOK
4.      BENDUL KASDIRAN
5.      RESO DIKROMO
6.      SINGO ASTRO
7.      MARIJAN
8.      MARIYADI
9.      JOKO PITONO

Adapun Kamituwo Karangturi :
1.      KARTO SURO
2.      KROMO DONO
3.      SIRUN
4.      MUNASIR
5.      BUDIONO

Adapun Kamituwo Sekaran :
1.      SURO BENDOT
2.      MORO
3.      NURHADI ( MURASIT )
4.      MUKSIN

Adapun Kamituwo Ngori :
1.      JOYO DIKROMO
2.      MATKALIM
3.      SUMADI
4.      LAMIRAN
5.      SUGIANTO










Sejarah Pembangunan Desa
Sejarah Pembangunan Desa Tanggungan dalam arti pembangunan fisik berupa sarana prasarana lintas dirintis sejak pada abad 19 oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Sejak itu Hindia Belanda punya srategi untuk melanggengkan perjanjiannya di Indonesia. Sarana perhubungan mulai dibangun yang menghubungkan Dusun satu dengan Dusun lainnya Desa satu dengan Desa lainnya. Pembangunan bidang ekonomi yaitu dibangunnya lumbung desa untuk menyimpan hasil panen para penduduk. Setelah pemerintah Hindia Belanda kalah dengan Jepang, jepang menjajah lebih parah lagi dan Jepang kalah kepada Sekutu maka tawanan perang dititipkan kepada Pemerintah Desa yaitu 2 orang Tentara Jepang, hari demi hari melatih penduduk untuk cara berperang dan lari-lari setiap pagi. Dibawah kepemimpinan Lurah/Kepala Desa Sumodiharjo mulailah pembangunan sarana prasarana yaitu jalan antar Dusun, antar Desa, Jembatan dan Sekolahan, Masjid dan Mushola sebagai tempat Ibadah bagi yang beragama Islam.
Dibawah kepemimpinan Lurah/Kepala Desa Sunoto mulai dibangun jalan, jembatan lagi dan lumbung desa di Sekolah Rakyat (SR), yang bertempat di Tanggungan. Karena roboh lalu di alihkan ke Sekaran dan Tanggungan.
Dibawah kepemimpinan Lurah/Kepala Desa Suliman (Tahun 1981) dibangunlah Balai Desa Tanggungan, SMP Negeri 1 Ngraho, akses jalan yang menghubungkan Karangturi dan Ngori, saluran air dan jembatan Nggadelan.
Dibawah kepemimpinan Lurah/Kepala Desa Sukirman (Tahun 1990) mulai dibangun lagi jalur poros desa dengan memakai krapak dari subsidi dan swadaya masyarakat. Akses jembatan Nggadelan dibuat  dengan Cor  pada periode pertama Lurah/Kepala Desa Sukirman menjabat.
Adapun prasarana yang di bangun sebagai berikut :
-       Rehab  jalan Subsidi Rp.2.000.000,- , Swadaya Rp.1.850.000,-, Gotong royong Rp.1.500.000,-  dengan panjang 1600 meter
-       Jembatan gorong-gorong biasa Rp. 300.000,- dari swadaya murni
-       Jalan tembus dibuat dengan gotong royong dibuat tahun 1991
-       Mulailah merintis Pembangunan Pasar Desa (Ngori) pada tahun 1991
-       2 Lapangan Olahraga
-       Listrik mulai masuk Desa Tanggungan dan tuntas pada tahun 1997 pada periode kedua
-       Pembangunan Balai Desa direhab
-       Pasar Ngori dibangun semi permanen
-       Jalan poros desa mulai di makadam dari dana subsidi dan BPDK

Dan selanjutnya mulai berjalan pembangunan diberbagai sektor, sarana dan prasarana baik dari pusat daerah dan hasil swadaya masyarakat, program Gardu Taskin, PNPM dan ADD

3 komentar:

  1. ak wong tanggungan neng ra ngerti sejarah e desone dewe HE HE HE HE......!!!!!

    BalasHapus
  2. Kudune d tambahi ndue kebanggaane deso...kesenian pling ora.....

    BalasHapus